Oleh : Agus N. Cahyo
Harga : Rp. 28000
Ukuran : 14x20cm
Tebal :
Terbit : Juni 2011
Penerbit : Flashbooks
Diskon : 20 %
Harga : Rp. 28000
Ukuran : 14x20cm
Tebal :
Terbit : Juni 2011
Penerbit : Flashbooks
Diskon : 20 %
Saya kira kita semua setujua bahwa, dunia anak merupakan dunia yang penuh dengan permainan. Lihatlah, setiap apa yang disentuh anak akan dibuat seperti mainan dan dilempar-lempar. Apa-apa saja yang ada di sekitarnya akan diperlakukan seperti itu. Tak terkecuali jika sang anak tiba-tiba secara diam-diam mengambil handphone di meja, maka sudah dapat dipastikan HP tersebut akan cepat rusak karena menjadi sasaran permainan si anak. Bisa dipencet-pencet tidak karuan bahkan bisa dibanting-banting. Dari fenomena tersebut maka disimpulkan bahwa dunia anak adalah dunia bermain.
Karena dunia bermain, maka cara belajar anak sesungguhnya juga lewat permainan itu sendiri. Anda tidak bisa memisahkan anak dari permainan dan memaksanya untuk belajar berhitung misalnya, tanpa ada alat bantu permainan sama sekali. Justru ini akan mematikan kreativitas dan kemampuan otaknya untuk belajar. Sebab dalam bermain permainan, sang anak tengah belajar mengenal, berpikir dan mengembangkan kognisi, afeksi serta psikomotornya. Hal yang susah dilakukan jika Anda tetap memaksanya belajar berhitung tanpa memperhatikan alat permainannya. Sang akan justru akan ngoceh sendiri ke mana-mana dan Anda sendiri susah mengaturnya.
Begitu pentingnya permainan bagi anak, sampai-sampai Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin menegaskan bahwa bermain-main bagi seorang anak adalah sesuatu yang sangat penting. Sebab melarangnya dari bermain-main seraya memaksanya untuk belajar terus dapat mematikan hatinya, mengganggu kcerdasannya, dan merusak irama hidupnya.
Bahkan salah seorang filusuf Yunani kuno bernama Plato mengamini apa yang diungkapkan oleh Ghazali tersebut. Mengenai pentingnya permainan dalam belajar anak dibuktikan oleh Plato dengan membagi-bagikan apel kepada anak-anak. Dengan cara seperti itu mereka lebih mudah untuk mempelajri Aritmatika ketimbang tanpa alat permainan. Selain itu juga memberikan alat permainan miniatur balok-balok kepada anak usia 3 tahun. Pada akhirnya anak tersebut menjadi ahli bangunan. (Andang Ismail, 2006).
Bermain tidak harus menggunakan alat permainan, meskipun pada era modern ini permainan cukup disederhanakan dengan menggunakan alat-alat permainan modern. Namun pada dasarnya, permainan bisa merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat permainan yang dapat menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan kemampuan berpikir otak. Lebih dari itu, menurut para Ahli Pendidikan Anak dalam risetnya, sebagaimana dikutip Andang Ismail (2006), menyebutkan bahwa manfaat bermain bagi anak adalah dapat mengembangkan otot motorik kasar dan halusnya, meningkatkan penalaran, memahami keberadaan di lingkungannya, membentuk imajinasi, mengikuti peraturan, tertib, dan disiplin.
Lantas bagaimana dengan permainan yang mengasah otak kiri? Sebelum membahas mengenai hubungan permainan dengan otak kiri, ada baiknya kita bahas sekilas tentang otak itu sendiri. Sebagaimana ditulis Abd. Kadir (2010), otak manusia ini secara umum dibagi menjadi dua bagian. Yaitu otak kanan dan otak kiri dengan fungsi yang berbeda. Otak kanan diidentikkan tentang kreativitas, persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik dan warna, berpikir lateral, tidak terstruktur, dan cenderung tidak memikirkan hal-hal yang terlalu mendetail. Sedangkan otak kiri biasa diidentikkan dengan rapi, perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan, logika, terstruktur, analitis, matematis, sistematis, linear, dan tahap demi tahap.
Penemuan perbedaan fungsi otak kanan dan otak kiri telah muncul sejak tahun 1960. Seorang peneliti bernama Roger Sperry menemukan bahwa otak manusia terdiri dari 2 hemisfer (bagian), yaitu otak kanan dan otak kiri yang mempunyai fungsi yang berbeda. Atas jasanya ini beliau mendapat hadiah Nobel pada tahun 1981. Selain itu dia juga menemukan bahwa pada saat otak kanan sedang bekerja maka otak kiri cenderung lebih tenang, demikian pula sebaliknya. Lantas bagaimana penjabaran dari kedua fungsi otak tersebut?
Sebagaimana dijelaskan oleh Abd. Kadir (2010), otak kanan sesungguhnya berfungsi dalam perkembangan EQ (Emotional Quotient), seperti hal persamaan, khayalan, kreativitas, bentuk atau ruang, emosi, musik dan warna. Daya ingat otak kanan bersifat panjang (long term memory). Bila terjadi kerusakan otak kanan misalnya pada penyakit stroke atau tumor otak, maka fungsi otak yang terganggu adalah kemampuan visual dan emosi misalnya. Sedangkan otak kiri berfungsi sebagai pengendali IQ (Intelligence Quotient) seperti hal perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan dan logika. Daya ingat otak kiri bersifat jangka pendek (short term memory). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri maka akan terjadi gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa dan matematika.
Dengan demikian, permainan yang dapat mengasah otak kiri adalah ragam jenis permainan yang didasarkan pada fungsi utama dari otak kiri itu sendiri. Yaitu, perbedaan, angka, urutan, tulisan, bahasa, hitungan, logika, terstruktur, analitis, matematis, sistematis, linear, dan tahap demi tahap. Jadi, segala macam permainan yang berupa hal-hal tersebut, di mana logika berpikir dengan sistem fungsi otak kiri maka jenis permainan itulah yang dapat mengasah kemampuan otak kiri sang anak. Oleh sebab itu, buku ini akan mengulas ragam permainan anak yang bisa Anda pakai untuk mengasah kemampuan otak kirinya. Selain itu, juga disuguhkan cara bermainnya sehingga dapat Anda praktikkan kepada Anak Anda di rumah. Selamat membaca!
masihkah buku ini?
BalasHapusMasih ada bukunya mas?
BalasHapus